Tari Ramayana

Tari Ramayana



Tari Ramayana - Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta.


Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita Ramayana yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan kembali Rama-Sinta.


Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Anda diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan suaranya yang khas.


Cerita dimulai ketika Prabu Janaka mengadakan sayembara untuk menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya) yang akhirnya dimenangkan Rama Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama, Shinta dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan itulah mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena dianggap sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama dicarinya.


Untuk menarik perhatian Shinta, Rahwana mengubah seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil karena Shinta terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksama mencari Rama setelah lama tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi perlindungan berupa lingkaran sakti agar Rahwana tak bisa menculik. Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik setelah Rahwana mengubah diri menjadi sosok Durna.


Di akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh Hanoman, sosok kera yang lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa kembali, Rama justru tak mempercayai Shinta lagi dan menganggapnya telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Shinta diminta membakar raganya. Kesucian Shinta terbukti karena raganya sedikit pun tidak terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama pun akhirnya menerimanya kembali sebagai istri.


Anda tak akan kecewa bila menikmati pertunjukan sempurna ini sebab tak hanya tarian dan musik saja yang dipersiapkan. Pencahayaan disiapkan sedemikian rupa sehingga tak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita. Be

gitu pula riasan pada tiap penari, tak hanya mempercantik tetapi juga mampu menggambarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton dapat dengan mudah mengenali meski tak ada dialog.


Anda juga tak hanya bisa menjumpai tarian saja, tetapi juga adegan menarik seperti permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat. Permainan bola api yang menawan bisa dijumpai ketik Hanoman yang semula akan dibakar hidup-hidup justru berhasil membakar kerajaan Alengkadiraja milik Rahwana. Sementara akrobat bisa dijumpai ketika Hanoman berperang dengan para pengikut Rahwana. Permainan api ketika Shinta hendak membakar diri juga menarik untuk disaksikan.



Di Yogyakarta, terdapat dua tempat untuk menyaksikan Sendratari Ramayana. Pertama, di Purawisata Yogyakarta yang terletak di Jalan Brigjen Katamso, sebelah timur Kraton Yogyakarta. Di tempat yang telah memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2002 setelah mementaskan sendratari setiap hari tanpa pernah absen selama 25 tahun tersebut, anda akan mendapatkan paket makan malam sekaligus melihat sendratari. Tempat menonton lainnya adalah di Candi Prambanan, tempat cerita Ramayana yang asli terpahat di relief candinya.
Pagelaran Sendratari Ramayana Paling Sering di Dunia
Seperti apa hasilnya jika rangkaian kisah yang terpahat di Candi Prambanan divisualisasikan dan dikemas menjadi pertunjukan seni? Pagelaran Sendratari Ramayana yang menjadi jawabannya. Cerita yang diambil dari epos karya Walmiki ini diangkat menjadi pertunjukan menawan yang memadukan aneka ragam unsur kesenian mulai dari seni tari, musik, drama, lagu, hingga pemilihan kostum, make up, tata pangung dan tata cahaya yang megah sehingga menjadi pertunjukan seni yang digemari oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Berbeda dengan pertunjukan Ramayana Ballet di Candi Prambanan yang hanya dilaksanakan pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu, pertunjukan Sendratari Ramayana di Purawisata dilangsungkan setiap hari tanpa henti, tanpa mempedulikan cuaca atau jumlah pengunjungnya. Saat ini Pertunjukan Sendratari Ramayana Purawisata telah memasuki tahun ke-36 sejak pertama kali digelar. Kesetiaan dan konsistensi Sendratari Ramayana Purawisata dalam menggelar Sendratari Ramayanan setiap hari telah mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI).


Pertunjukan Sendratari Ramayana di Purawisata terbagi dalam beberapa babak yang keseluruhan ceritanya disajikan melalui gerak tubuh atau tarian, tanpa ada dialog dalam setiap babaknya. Alunan gending jawa nan merdu mengalun lembut mengiri para penari cantik yang menggerakkan badannya dengan lemah gemulai. Sesekali terdengar sinden mendendangkan lagu dalam Bahasa Jawa. Saat adegan dipanggung berganti dengan munculnya Rahwana atau Hanoman dan pasukan kera, gending pun berubah menjadi rancak. Panggung semakin ramai saat adegan perang dimulai, dan pertunjukan semakin memikat saat terjadi adegan Anoman Obong. Usai menikmati pertunjukan, Anda bisa mengambil gambar bersama pemain di atas panggung.
Selain menyajikan pagelaran Sendratari Ramayana, di Purawisata juga terdapat Gazebo Garden Restaurant yang bisa dijadikan lokasi dinner romantis atau tempat merayakan kebersamaan dengan orang-orang tercinta. Biasanya wisatawan mancanegara membeli tiket terusan untuk makan malam di Gazebo Garden Restaurant sekaligus menyaksikan pertunjukan Sendratari Ramayana. Tak hanya itu, Purawisata juga menyediakan paket pernikahan dengan konsep garden party yang mampu menampung 1500 tamu undangan.

Tari Reyog Kendang

Tari Reyog Kendang

Tari Reyog Kendang Tulungagung - Reyog kendang Tulungagung merupakan gubahan tari rakyat, menggambarkan arak-arakan prajurit Kedhirilaya tatkala mengiringi pengantin “Ratu Kilisuci” ke Gunung Kelud, untuk menyaksikan dari dekat hasil pekerjaan Jathasura, sudahkah memenuhi persyaratan pasang-girinya atau belum. Dalam gubahan Tari Reyog ini barisan prajurit yang berarak diwakili oleh enam orang penari.


Yang ingin dikisahkan dalam tarian tersebut ialah, betapa sulit perjalanan yang harus mereka tempuh, betapa berat beban perbekalan yang mereka bawa, sampai terbungkuk-bungkuk, terseok-seok, menuruni lembah-lembah yang curam, menaiki gunung-gunung, bagaimana mereka mengelilingi kawah seraya melihat melongok-longok ke dalam, kepanikan mereka, ketika “Sang Puteri” terjatuh masuk kawah, disusul kemudian dengan pelemparan batu dan tanah yang mengurug kawah tersebut, sehingga Jathasura yang terjun menolong “Sang Puteri” tewas terkubur dalam kawah, akhirnya kegembiraan oleh kemenangan yang mereka capai.
Semua adegan itu mereka lakukan melalui simbol-simbol gerak tari yang ekspresif mempesona, yang banyak menggunakan langkah-langkah kaki yang serempak dalam berbagai variasi, gerakan-gerakan lambung badan, pundak, leher dan kepala, disertai mimik yang serius, sedang kedua tangannya sibuk mengerjakan dhogdhog atau tamtam yang mereka gendong dengan mengikatnya dengan sampur yang menyilang melalui pundak kanan. Tangan kiri menahan dhogdhog, tangan kanannya memukul-mukul dhogdhog tersebut membuat irama yang dikehendaki, meningkahi gerak tari dalam tempo kadang-kadang cepat, kadang-kadang lambat. Demikian kaya simbol-simbol yang mereka ungkapkan lewat tari mereka yang penuh dengan ragam variasi, dalam iringan gamelan yang monoton magis, dengan lengkingan selompretnya yang membawakan melodi terus-menerus tanpa putus, benar-benar memukau penonton, seakan-akan berada di bawah hipnose.

Busana penari adalah busana keprajuritan menurut fantasi mereka dari unit reyog yang bersangkutan. Di Tulungagung dan sekitar, bahkan sampai di luar daerah Kabupaten Tulungagung, sekarang sudah banyak bersebaran unit-unit reyog sejenis, dan mereka memiliki seleranya masing-masing dalam memilih warna. Unit-unit yang terdiri dari golongan muda usia, biasanya memilih warna yang menyala, merah misalnya.
Sebuah unit reyog dari desa Gendhingan, Kecamatan Kedhungwaru, Kabupaten Tulungagung, beranggotakan orang-orang dewasa, bahkan tua-tua. Mungkin karena kedewasaannya itu mereka sengaja memilih warna hitam sebagai latar dasar busananya, sedang atribut-atributnya berwarna cerah. Busana itu terdiri atas:
  1. Baju hitam berlengan panjang, bagian belakang kowakan untuk keris. Sepanjang lengan baju diberi berseret merah atau kuning, juga di pergelangan.
  2. Celana hitam, sempit, sampai di bawah lutut. Di samping juga diberi berseret merah memanjang dari atas ke bawah.
  3. Kain batik panjang melilit di pinggang, bagian depan menjulai ke bawah. Sebagai ikat pinggang digunakan setagen, kemudian dihias dengan sampur berwarna.
  4. Ikat kepala berwarna hitam juga, diberi iker-iker (pinggiran topi) tetapi berbentuk silinder panjang bergaris tengah 3 cm, dililitkan melingkari kepala. Warnanya merah dan putih.
  5. Atribut-atribut yang dipakai:
    • kacamata gelap atau terang;
    • sumping di telinga kanan dan kiri;
    • epolet di atas pundak, dengan diberi hiasan rumbai-rumbai dari benang perak;
    • sampur untuk selendang guna menggendong dhogdhog;
    • kaos kaki panjang.

Busana yang dikenakan oleh unit reyog dari golongan muda usia, tidak jauh berbeda, hanya warna mereka pilih yang menyala, disamping hiasan-hiasan lain yang dianggap perlu untuk “memperindah” penampilan, misalnya rumbai-rumbai yang dipasang melingkar pada iker-iker. Dalam pada itu pada kaki kiri dipasang gongseng, yaitu gelang kaki yang bergiring-giring. Tentang gamelan yang mengiringi dapat dituturkan sebagai berikut. Keenam instrumen dhogdhog, sebangsa kendhang atau ketipung, tetapi kulitnya hanya sebelah, yang ditabuh oleh penarinya sendiri, terbagi menurut fungsinya: dhogdhog kerep, dhogdhog arang, timbang-timbangan atau imbalan, keplak, trentheng dan sebuah lagi dipukul dengan tongkat kecil disebut trunthong. Di luar formasi ini ditambah dengan tiga orang pemain tambahan sebagai pemukul kenong, pemukul kempul, dan peniup selompret. Kenong dan kempul secara bergantian menciptakan kejelasan ritma, dan selompret membuat melodi lagu-lagu yang memperjelas pergantian-pergantian ragam gerak.
Berbeda dengan Reyog Tulunggung yang ada di desa Gendhingan, pada reyog sejenis di desa Ngulanwentah, Kabupaten Trenggalek, si penabuh kenong tidak mengambil tempat kumpul bersama kedua rekannya penabuh, melainkan ikut di arena, walaupun tidak menari, hanya mondar-mandir, atau berjalan keliling, atau menyelinap di antara keenam penrinya, sembari memukul kenong yang diayunkan ke depan dan ke belakang. Ia pun mengenakan busana serupa dengan busana penari, hanya dengan warna lain, dan tanpa iker-iker pada ikat kepalanya.
Lagu-lagu pengiringnya dipilih yang populer di kalangan rakyat, misalnya Gandariya, Angleng, Loro-loro, Pring-Padhapring, Ijo-ijo, dan lain-lain. Terdapat kecenderungan pada reyog angkatan tua, (khususnya yang ada di desa Gendhingan), untuk menggunakan irama lambat dan penuh perasaan, yang oleh angkatan mudanya agaknya kurang disukai. Mereka, angkatan muda ini, lebih senang menggunakan irama yang “hot”, sesuai dengan gejolak jiwanya yang “dinamik”. Dalam hal ini AM Munardi menuliskan tanggapannya sebagai berikut:

Legendanya tarian itu mengiring temanten. Memang peristiwa ritual kita pada masa lampau tidak terlepas dari existensi tari. Sampai sekarang Reyog Kendhang (= Reyog Tulungagung, S.Tm.) juga sering ditampilkan orang dalam kerangka pesta perkawinan atau khitanan. Dalam perkembangan akhir-akhir ini kemudian dipertunjukkan dalam pawai-pawai besar untuk memeriahkan hari-hari besar nasional. Untuk kepentingan yang akhir inilah kemudian orang membuat penampilan tari Reyog Kendhang identik dengan “drum-band”. Maka gerak-gerik yang semula dirasa refined dan halus, cenderung dibuat lebih keras dan cepat. Derap-derap genderang ditirukan dengan pukulan-pukulan dhogdhog. Terompet bambu-kayu semacam sroten itu pun ditiup dengan lagu-lagu baru. Akibatnya musik diatonis itu pun dipaksakan dalam nada-nada pelog pentatonis. Dalam timbre yang tak mungkin berkualitas sebuah drum-band modern, maka cara seperti itu menjadi berkesan dangkal. Pada suatu kesempatan menonton pertunjukan Reyog Kendhang di Desa Gendhingan, Kecamatan Kedhungwaru, Tulungagung, maka terasa benarlah bahwa proses penampilan Reyog Kendhang yang pada umumnya dipopulerkan oleh para remaja itu cenderung menuju pendangkalan. Penampilan oleh para penari golongan tua di desa tersebut terasa benar bobotnya. Geraknya yang serba tidak tergesa-gesa lebih memperjelas pola tari yang sesungguhnya cukup refined. Kekayaan pola lantainya terasa benar menyatu dengan lingkungan. Memperbandingkan Reyog Kendhang di Gendhingan ini dengan Reyog Kendhang para remaja pada umumnya menjadi semakin jelas adanya keinginan untuk tampilnya garapan-garapan baru, tetapi tidak dimulai dengan pendasaran yang kokoh. Ya, kadang-kadang orang terlalu cepat mengidentikkan arti “dinamika” dengan gerak yang serba keras dan cepat.

Seperti halnya dengan rekannya Reyog Dhadhakmerak di Ponorogo, maka sebagai tontonan rakyat, Reyog Tulungagung (Reyog Kendhang) pun tidak akan kehilangan peranannya sebagai penghibur atau pemeriah suasana di mana saja warga desa mempunyai hajat. Perkawinan, khitanan, kelahiran, tingkeban, bersih desa, musim panen, dan lain sebagainya. Mungkin sekarang tidak selaris dulu, sebelum musik pop berirama dangdut merajai pasaran dimana-mana Namun, pada hajat-hajat yang masih ada hubungannya dengan kepercayaan yang bersifat sakral atau yang masih mempunyai sifat-sifat tradisional, kesenian reyog masih diperlukan. Dalam perarakan pengantin misalnya, maka fungsi Reyog Kendhang tidak saja sebagai pengiring yang memeriahkan suasana atau sekedar manghibur semata-mata, melainkan bahkan pun sebagai penjaga keselamatan mempelai laki-laki yang diarak. Mungkin ini sisa-sisa kepercayaan legendarik, bahwa reyog dulunya merupakan sepasukan prajurit Kedhirilaya yang bertugas menjaga keselamatan sang pengantin “Ratu Kilisuci”. Kepercayaan itu menjadi naluri yang masih terus dipelihara, walaupun tinggal sepercik upacara simbolik belaka, atau hanya tiru-tiru. Tetapi yang jelas, apakah itu upacara atau pun tiru-tiru, tiap-tiap hajat selalu mengharapkan keselamatan, dalam hal ini terutama keselamatan perkawinan kedua mempelai tentunya. Jadi Reyog berfungsi sebagai penolak bala, begitulah kira-kira

Tari Muang Sangkal

Tari Muang Sangkal


Tari Muang Sangkal Madura - Tarian satu ini merupakan salah satu tarian tradisional yang terkenal dari Madura, Jawa Timur. Namanya adalah Tari Muang Sangkal.

Apakah Tari Muang Sangkal itu?

Tari Muang Sangkal adalah salah satu tarian tradisional masyarakat Madura yang dilakukan untuk ritual tolak bala atau menjauhkan dari mara bahaya. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu besar dan berbagai acara adat lainnya. Tari Muang Sangkal ini merupakan tarian tradisional yang sangat terkenal dan menjadi salah satu icon seni tradisional dari Madura, Jawa Timur.

Sejarah Tari Muang Sangkal

Tari Muang Sangkal ini diciptakan oleh seorang seniman asal Sumenep, Madura, Jawa Timur bernama taufikurrachman. Tarian ini diciptakan sebagai rasa kepedulian para seniman terhadap kekayaan yang dimiliki oleh Madura yang sarat akan karya dan keunikan didalamnya. Selain itu juga mengangkat kembali sejarah kehidupan Keraton Sumenep pada jaman dahulu.

Nama Tari Muang Sangkal sendiri diambil dari kata “Muang” dan “Sangkal”. Kata “muang“ berarti membuang, sedangkan kata “sangkal” sendiri berarti kegelapan atau sesuatu yang berhubungan dengan santapan setan atau jin (pada ajaran agama hindu jaman dahulu). Namun kata sangkal bagi masyarakat Sumenep sediri bisa diartikan seperti penolakan atau karma, contohnya apa bila orang tua memiliki anak perempuan dan dilamar oleh seorang pria maka tidak boleh ditolak karena membuat anak perempuan tersebut menjadi sangkal atau tidak laku selamanya. Jadi tarian ini bisa diartikan membuang malapetaka.

Fungsi Tari Muang Sangkal

Bagi masyarakat Madura, Tari Muang Sangkal ini dianggap dapat menjauhkan dari bahaya atau buang sial. Menurut fungsinya, tarian ini sering ditampilkan dalam berbagai acara seperti acara adat, pernikahan dan juga penyambutan tamu besar yang datang ke sana.

 

Pertunjukan Tari Muang Sangkal

Dalam pertunjukan Tari Muang Sangkal ini dilakukan oleh para penari wanita. Jumlah penari yang ditampilkan harus ganjil, bisa satu, tiga, lima dan seterusnya. Selain itu karena merupakan tarian yang terbilang sakral, penari yang ditampilkan harus dalam kondisi suci atau datang bulan.
Dalam pertunjukannya, diawali dengan gerakan yang cepat, penari berjalan beriringan menuju panggung. Setalah itu dilanjutkan dengan gerakan yang lebih halus, penari menari sambil membawa cemong atau mangkuk kuningan yang berisi kembang beraneka macam dan menaburkannya dengan gerakan yang lembut dan indah. Gerakan tersebut tentunya diselaraskan dengan musik pengiring.

Music Pengiring Tari Muang Sangkal

Dalam pertunjukan Tari Muang Sangkal ini diiringi oleh Musik Gamelan khas Keraton. Gendhing yang digunakan untuk mengiringi Tari Muang Sangkal ini diantaranya seperti gendhing sampak, gendhing oramba’ – orambe’ dan gendhing lainnya.

Kostum Tari Muang Sangkal

Busana yang digunakan pada Tari Muang Sangkal ini merupakan busana pengantin legha khas Sumenep, dengan perpaduan warna khas yaitu merah, kuning dan hitam. Pada bagian atas, penari menggunakan kemben berwarna hitam dan kain penutup dada yang dikalungkan di leher. Sedangkan pada bagian bawah menggunakan kain panjang di dalam dan diluar menggunakan beberapa kain tambahan berwarna merah dan kuning sebagai pemanis. Pada bagian kepala menggunakan mahkota dengan berbagai hiasan bunga – bunga. Selain itu juga terdapat beberapa aksesoris tambahan seperti sabuk, gelang dan cunduk. Untuk property yang digunakan saat menari diantaranya seperti sampur dan cemong.

 
Perkembangan Tari Muang Sangkal

Dalam perkembangannya, Tari Muang Sangkal ini masih terus dilestarikan dan masih tetap hidup sampai sekarang. Selain karna fungsinya, kecintaan masyarakat akan budaya warisan nenek moyang sangat mempengaruhi keberadaan Tari Muang Sangkal ini. Dalam perkembangannya, tarian ini masih tetap ditampilkan dalam berbagai acara disana seperti acara adat dan penyambutan tamu besar. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara festival budaya, baik di daerah maupun luar daerah. Hal ini dilakukan sebagai upaya pelestarian dan memperkenalkan kepada masyarakat luas akan Tari Muang Sangkal ini.

Cukup sekian pengenalan tentang “Tari Muang Sangkal TarianTradisional Dari Madura, Jawa Timur”. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia.

YUK CINTAI DAN LESTARIKAN KESENIAN TRADISIONAL DI INDONESIA!

Tari Barong Rampok

Tari Barong Rampok

Tari Barong Rampok Blitar - Selat sore para seniman tari tradisional jawa, sore ini saya akan mengulas sedikit tentang sebuah tari yang berasal dari kita blitar jawa timur, nyaitu tari Barong Rampok, langsung saja baca artikelnya,


 Tari Barong Rampog Khas Blitar Tembus Tarian Dunia
Terinspirasi Tradisi Upacara Penyiksaan Harimau
Tarian khas Blitar, Tari Barong Rampog mampu menembus ketatnya kompetisi tingkat dunia. Tari ini mampu berbicara di Cheonan World Dance Festival 2011, Korea Selatan. Sosok kreatif di balik tarian khas Blitar itu adalah Kholam Siharta. Apa yang menginspirasinya? Berikut laporannya.

Yanu Aribowo, Blitar

Terpilih sebagai juara di ajang Cheonan World Dance Festival 2011 tak pernah dilupakan Kholam Siharta.  Bagi pemuda 27 tahun asal Kelurahan Beru, Kecamatan Wlingi, prestasi yang diperoleh bersama rekan seniman lainnya merupakan pengalaman berharga. Prestasi tersebut menjadi pembakar semangat bagi Kholam untuk terus berkarya.
 


Prestasi tingkat internasional itu sendiri sangat tidak diduga-duga. Apalagi dalam even tahunan di Kota Cheonan, baru kali pertama tampil. Dia mengaku, sengaja menciptakan tari Barong Rampog dikarenakan adanya Cheonan World Dance Festival 2011. Dalam waktu dua minggu, dia memutar otak untuk menciptakan jenis tarian yang bisa dibawa untuk mewakili Indonesia di tingkat internasional. Hingga akhirnya berhasil meraih juara keempat, bersama anggota kontingen Indonesia lainnya yang berasal dari Ponorogo dan Jakarta.

Kepada Radar Blitar, Kholam sendiri mengaku tarian hasil karyanya itu terinspirasi oleh tarian barong jaranan yang banyak dimainkan masyarakat Blitar. Selain itu juga tradisi Rampokan Macan yang pernah ada di wilayah Blitar pada abad 19 silam. Dan, upacara pembunuhan terhadap seekor macan biasanya dilaksanakan di Alun-alun itu. Tradisi itu akhirnya dilarang oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1905 silam. Nah, dari dua alur budaya itulah Kholam akhirnya terinspirasi untuk menggambarkan bagaimana perasaan sang macan, saat disiksa oleh manusia-manusia yang menghunuskan tombak ke arah tubuhnya hingga tewas tergeletak. “Akhirnya terciptalah Barong Rampog itu,” ujar Kholam.

 
Melalui tarian itu, Kholam berusaha menyampaikan pesan perjalanan hidup semua makhluk, baik manusia, hewan, dan tumbuhan, yang digambarkan melalui sosok macan. Yakni penggambaran mulai kelahiran, pertumbuhan mengenal lingkungan sekitar, godaan yang berupa para perempuan yang memaksa macan untuk membuat pilihan. Jika ia menyerahkan, tentu akan menjadi keburukan. Dan jika mampu bertahan tentu akan berbuah kebaikan. Maka dari itu, para proses ujian godaan itu merupakan penentuan masa depan makhluk itu kelak akan menjadi apa. Dalam tarian itu digambarkan apapun pilihan sang macan, kelak akan menjadi sesuatu yang besar, yang digambarkan melalui dadak merak, kesenian asal Ponorogo. “Jadi tergantung pilihan yang diambil pada fase godaan tadi. Sesuatu yang besar (dadak merak, Red) bisa dimaknai keburukan atau kebaikan. Tergantung manusia yang menjalaninya,” ucap penggemar vespa ini.

Lanjutnya, barong dalam hasilnya karyanya juga tidak lazim. Jika pada umumnya menggunakan kulit kambing yang sudah dikeringkan untuk menghiasi leher barong, dalam Barong Rampog, para barong itu mempunyai hiasan leher yang berupa puluhan batang lidi. Bentuk itu merupakan penggambaran dari tombak dari matador Jawa yang menghunus ke tubuh macan yang menjadi objek dalam tradisi Rampokan Macan. Meski tradisi itu menginspirasi karya, tidak lantas membuat Kholam setuju jika tradisi lama itu dihidupkan kembali. Alasannya, tak lain adalah populasi macan sendiri yang merupakan hewan yang dilindungi untuk menghindari kepunahan.

Dia sendiri, lebih memilih Rampokan Macan dihidupkan kembali dalam bentuk yang dimodifikasi, salah satunya melalui tarian. Nah, dari karya itu juga diambil makna bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini pasti ada hikmahnya. Dari bencana dan musibah yang melanda bangsa Indonesia belakangan ini, masyarakat bisa mengambil hikmah dan manfaatnya. Dia mengambil contoh, penebangan hutan secara liar bisa menyebabkan banjir karena daya serap hutan menjadi berkurang. “Nah, musibah itu sudah memberikan pelajaran bagi manusia agar bisa hidup berdampingan dengan alam,” tukas pria berkuncir panjang ini 


Terima kasih atas kunjungannya. semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca semua, sampai jumpa lagi di artikel berikutnya. 

Tari Topeng Malangan

Tari Topeng Malangan


Tari Topeng Malangan - Selamat sore para seniman tari tradisional jawa, apa kabar. tentu sudah menjalankan ibadah sholat ashar bagi yang menjalankan. santai2 di rumah yuk baca artikel berikut tentang tari tradisional dari kota malang jawa tengah. yaitu tari topeng malangan, ini dia ulasan singkat nya.
Kesenian ini merupakan salah satu jenis tari topeng tradisional yang khas dari kabupaten Malang, Jawa Timur. Namanya adalah Tari Topeng Malangan.

Apakah Tari Topeng Malangan itu?

Tari Topeng Malangan adalah pertunjukan kesenian tari dimana semua pemerannya menggunakan topeng. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian tradisional dari Malang, Jawa Timur. Tari Topeng Malangan ini hampir sama dengan Wayang wong, namun yang membedakan adalah pemerannya menggunakan topeng dan cerita yang sering dibawakan merupakan cerita panji.

Tari Topeng Malangan ini dilakukan oleh beberapa orang dalam satu kelompok seni atau sanggar tari dengan menggunakan topeng dan kostum sesuai tokoh dalam cerita yang dibawakan. Cerita yang angkat dalam pertunjukan Tari Topeng Malangan biasanya adalah cerita panji dengan tokoh –tokoh seperti Raden Panji Inu Kertapati (Panji Asmarabangun), Galuh Candrakirana, Dewi Ragil Kuning, Raden Gunungsari dan lain – lain.

 

Dalam pertunjukan Tari Topeng Malangan ini biasanya dibagi menjadi beberapa sesi. Pertama dilakukan Gending giro yaitu iringan musik gamelan yang dilakukan oleh pengrawit untuk menandakan pertunjukan akan dimulai atau memanggil penonton untuk menyaksikan. Kedua dilakukan salam pembukaan, dalam salam pembuka ini biasanya dilakukan oleh salah satu anggota pertunjukan untuk menyapa penonton dan menceritakan sinopsis cerita yang akan dibawakan. Pada bagian ketiga dilakukan sesajen, yaitu ritual yang dilakukan agar pemain dan penonton diberi keselamatan dan pertunjukan berlangsung lancar. Dan yang terakhir adalah inti acara yaitu pertujukan Tari Topeng Malangan.

Dalam cerita yang dibawakan tersebut biasanya terdapat beberapa babak, diantaranya adalah jejer jawa, jejer sabrang, perang gagal, gunungsari – patrajaya, perang brubuh dan bubaran. Selain itu seperti halnya cerita dalam pewayangan, tokoh dalam cerita Tari Topeng Malangan ini juga terbagi menjadi beberapa ragam, diantaranya seperti bolo tengen (kesatria jawa), bolo kiwo (raksasa/klono), dewa, penari putri, dan punakawan. Untuk memerankan tokoh - tokoh pada Tari Topeng Malangan ini dibutuhkan kemampuan dalam visualisasi tokoh yang diperankan, ekspresi gerak, dan fisik yang cocok dengan tokoh.

 
Dalam pertunjukan Tari Topeng Malangan juga ada seorang Dalang. Selain mengatur jalannya cerita, Dalang Dalang juga bertugas untuk memberikan sesaji dan membacakan doa pada saat sesajen. Untuk musik pengiring pertunjukan Tari Topeng Malangan ini, biasanya diiringi oleh iringan musik tradirisional seperti kendang, bonang, gong dan instrument gamelan lainnya. Selain itu, pertunjukan akan semakin meriahkan dengan adanya Panjak dan Sinden. Khusus untuk Panjak biasanya dilakukan oleh salah satu penabuh musik pengiring. Selain bertugas memainkan musik dan menyanyi, Panjak juga sering berkomunikasi dengan Dalang dan penonton untuk memeriahkan acara.
Gambar : Tari Topeng Malangan
Dalam perkembangannya, Tari Topeng Malangan mulai meredup seiring dengan perkembangan jaman. Kurangnya regenerasi dan kesadaran masyarakat sangat mempengaruhi eksistensi dari kesenian satu ini. Namun beberapa sanggar tari di kabupaten Malang masih mempertahankan warisan budaya satu ini. Usaha pelestarian tersebut terbukti dengan mengadakan pertunjukan secara teratur dan dengan berbagai modifikasi dan penambahan variasi dalam pertunjukannya agar lebih menarik, namun tidak meninggalkan pakem yang ada. Usaha tersebut tidak bisa berjalan sendirian, tentunya peran masyarakat dan pemerintah sangat di butuhkan dalam menjaga dan melestarikan kesenian satu ini.

Cukup sekian pengenalan tentang “Tari Topeng Malangan Kesenian Tradisional dari Malang, Jawa Timur”. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia.

YUK CINTAI DAN LESTARIKAN KESENIAN TRADISIONAL DI INDONESIA !
 

Tari Gambir Anom

Tari Gambir Anom



Tari gambir anom - Gemulai gerakan penari tari gambir anom jawa tengah ini seakan menghipnotis tiap penonton yang menyaksikan pertunjukan kesenian tersebut. Tarian yang berasal dari Surakarta ini memiliki banyak sekali keunikan mulai dari sejarah, kostum, hingga alat musik pengiringnya. Referensi ini barang kali bisa teman-teman gunakan dalam membuat artikel maupun makalah terkait dengan judul di atas. Selanjutnya di bawah ini akan kami sampaikan materi selengkapnya.
Advertisement

Jika kita pernah menyaksikan tarian klasik dari Surakarta ini tentu akan kita ketahui berbagai macam keunikan nya. Sejarah dari tari gambir memang tidak banyak diulas oleh para seniman, namun demikian disinyalir kesenian yang mempertunjukan keindahan gerak berirama ini telah ada pada masa Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarata.
gambar-tari-gambir-anom-jawa-tengah
 
Menurut wikipedia Pada masa lalu tarian ini termasuk tarian yang dipertunjukan di dalam keraton sebagai salah satu sambutan bagi tamu agung yang diperankan oleh seorang laki-laki. Hal ini tentu tidak dapat dilepaskan dari cerita yang dikisahkan dalam gerakan tari tersebut.

Adapun kisah cerita yang dibawakan dalam tarian ini yakni tentang tokoh irawan yang merupakan putra arjuna dan tengah jatuh cinta pada lawan jenisnya. Keunikan gerakan juga dapat kita lihat dengan jelas, dimana tarian ini selain memamerkan gerakan yang gemulai juga sedikit banyak memperlihatkan gerakan pantonim seperti berdandan, bingung dan lain sebagainya.

 
Meskipun pada awalnya tarian ini dibawakan oleh seorang penari laki-laki secara tunggal, namun dalam perkembangannya saat ini tak jarang penari tari gambir diperankan oleh seorang perempuan.

Ketika tarian ini dipertunjukkan dalam sebuah acara penghormatan biasanya penari akan mengalungkan sampur yang menjadi propertinya pada tamu agung tersebut, hal ini menandakan penari mengajak tamu kehormatan tersebut untuk ikut menari bersamanya.
Kesimpulan
Sejarah gari gambir anom telah dikenal oleh masyarakat pada masa kesultanan Surakarta, kisah yang dibawakan dalam tarian ini merupakan sebuah kisah seorang tokoh pewayangan yakni Irawan putra Arjuna. Keunikan gerakan dapat kita lihat dari gerakan berdandan atau bersolek, bercermin hingga gerakan mondar-mandir seolah menggambarkan jika seseorang tengah jatuh cinta.

Properti yang dikenakan oleh penari juga tergolong unik yaitu berupa kostum layaknya tokoh pewayangan ditambah dengan sebuah sampur sebagai propertinya.

Selain sebagai media hiburan, secara tidak langsung tari klasik dari Jawa Tengah ini memiliki fungsi sebagai sebuah nasehat bagi para pemuda dalam menghadapi masa remajanya dimana mulai merasa jatuh cinta.

Demikian artikel singkat yang dapat kita tuliskan, semoga memberikan sedikit gambaran tentang tari gambir anom jawa tengah.

Tari Incling jangget

Tari Incling jangget

Tari Incling jangget - Tari Incling merupakan tarian rakyat tradisional yang mempunyai tema cerita yang diambil dari cerita Panji. Kesenian incling ini dibawakan secara berkelompok dengan jumlah penari 15 atau 17 orang.Pertunjukan ini biasanya diadakan di tempat terbuka dengan durasi 3 sampai 4 jam. Meskipun penarinya laki-laki semua, tetapi ada peran wanita yang diperankan oleh laki-laki yang disebut “cepet wadon”. Selain itu, yang juga menarik dan disukai penonton adalah peran tokoh pentul, bejer, serta kethek atau kera. Beberapa grup Incling yang ada antara lain berada di desa Jatimulyo, kecamatan Girimulyo, desa Sindutan, kecamatan Temon, dan di desa Tanjungharjo, kecamatan Nanggulan.
 

Konon grup incling yang lama akan kehilangan ‘endang’ karena pindah ke grup Tarian Incling Jawa Tengah yang baru didirikan. Setiap grup kesenian tradisional sejenis jatilan dan incling dipercaya ada yang ‘menunggu’. Tak dapat dilihat dengan mata, namun dapat diketahui dalam setiap pementasan, karena pasti ada penari kemasukan jin yang biasa disebut masyarakat umum ndadi. ‘Endang’ merupakan sebutan ‘jin’ bagi kalangan sesepuh kesenian incling.
 


Sebagian sesepuh kesenian incling, melatih menari incling ke luar daerah menjadi pantangan. Pengalaman para perintis grup kesenian incling ‘Langen Bekso Winarso’. Menurut seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kecamatan Kokap yang mengisi hari tua menggeluti incling mengungkapkan, sesepuh grup yang pernah melatih grupnya jarang menerima tanggapan untuk pentas. Kejadian serupa dialami grup incling lain yang pernah melatih grup kesenian incling yang sekarang menjadi tempat belajar grupnya.
Sesepuh kesenian Tarian Incling Jawa Tengah akan selalu menolak jika diminta melatih grup kesenian incling yang baru berdiri. Alasan penolakan itu bukan karena khawatir grup incling yang baru itu akan menjadi kompetitor grup yang disepuhi.
 

“Ini menjadi pantangan bagi sesepuh kesenian incling yang menghendaki grupnya dapat bertahan lama. Ini bukan takut karena grup kesenian incling yang dilatih akan menjadi kompetitor baru,” kata Kastomo, anggota sesepuh grup kesenian incling ‘Langen Bekso Winarso’ di Gunung Rego, Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap. “Orang yang ingin belajar incling harus datang, bukan sesepuhnya yang harus datang ke daerahnya untuk melatih”, katanya.
 

Terpisah, penasihat ‘Langen Bekso Winarso’ Samsunurudin mengungkapkan, grupnya berdiri pada 1989. Sejak mendirikan grup kesenian incling hingga sekarang, sering menerima tanggapan pentas di tempat orang hajatan. Tarian yang dipentaskan mengangkat legenda Babad Kediri. Salah seorang putra Samsunurudin, Suradi mengungkapkan, meskipun mengangkat legenda Babad Kediri, pementasan incling ‘Langen Bekso Winarso’ memiliki ciri khas yang tidak dimiliki grup incling lain. Pada awal pentas dan setiap adegan selalu disampaikan sinopsis sehingga penonton menjadi tahu jalan ceritanya.
Menurut sesepuh grup incling di Plaosan, Desa Hargotirto Saparjo Tani (90), nama incling lahir karena suara klinting yang terdengar ‘kemrincing’ setiap penari menggerak-gerakkan kendali kuda lumping. Namun ia tak ingat lahirnya kesenian incling di wilayahnya. Secara spiritual, nama Tarian Incling Jawa Tengah dimaknai mendalam menjadi Pancasilane Jagad Gumelare Manungso.
 


Sekitar 1970-an di wilayah Plaosan, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap terdapat grup kesenian incling yang cukup terkenal. Di masa kejayaannya, sering diminta pentas orang punya hajatan, dan acara-acara resmi di lingkungan pemerintahan. Begitu terkenalnya grup kesenian tersebut, lantunan parikan ‘Inclinge Hargotirto, Pimpinane Bapak Parjo’ melekat di hati masyarakat.
Pengamat seni yang sekaligus pelaku seni kesenian tradisional Kulonprogo, Drs Sugiyanto mengakui, incling menjadi salah satu kesenian tradisional lokal Kulonprogo yang tidak dijumpai di daerah lain.


 Grup kesenian incling diketahui pertama kali berdiri di wilayah Plaosan, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap yang disepuhi Saparjo Tani dan di wilayah Bayeman, Desa Temon Kulon, Kecamatan Temon yang mementaskan dengan gaya tersendiri dengan penari yang menggunakan kuda lumping, posisi kepala kuda menengadah ke atas.
“Incling tersebut pernah diteliti dan diseminarkan. Grup kesenian Tarian Incling Jawa Tengah di Bayeman berdiri lebih dulu. Grup incling di Hargotirto, berdiri sekitar tahun 1950-an. Perbedaan incling yang ada di Hargotirto sangat disakralkan, sebelum dipentaskan biasanya melalui proses spiritual,” jelas Sugiyanto.
Incling di Kulonprogo berbeda dengan Tarian Incling Jawa Tengah yang diciptakan almarhum Bagong Kussudiardjo, baik dalam bentuk, napas, kostum penari dan cara penyajiannya.
Kepala Seksi Adat dan Kesenian Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudpar Pora) Kulonprogo Drs R Yudono Hindri Atmoko mengatakan, hingga saat ini ada sekitar 25 grup kesenian incling. q-k
“Upaya pelestarian grup incling harus mengikuti keinginan masyarakat dengan berusaha tidak meninggalkan ciri khas kesenian yang hanya ada di Kulonprogo ini. Upaya lain selalu melibatkan grup-grup untuk pentas,” katanya.
Demikian Artikel tentang Tarian Incling Jawa Tengah semoga bisa bermanfaat untuk anda yang telah membacanya dan semoga juga bisa menambah wawasan anda, sekian trimakasih atas perhatianya
Artikel yang terkait dengan Tarian Incling Jawa Tengah : artikel tari incling, tari incling wiki, sumber tari incling, download mp3 video tari incling, download lagu video tari incling, kesenian incling, download mp3 musik tari incling jangget, mp4 tari incling jangget, Tarian Incling Jawa Tengah, tarian incling jangget


Itu tadi sedikit ulasan tentang Tari Incling Jangget, semoga bermanfaat bagi semua pembaca, sampai jumpa lagi di artikel berikutnya. 

Tari Dolalak

Tari dolalak purworejo 



Tari dolalak purworejo - Kata dolalak konon masyarakat Purworejo mengatakan bhawa kata dolalak berasal dari kata do la la ya itu ucapan notasi lagu diatonis yang dinyanyikan oleh serdadu – serdadu Belanda dalam tangsi, yang dominan dinyanyikan sambil menari – nari. Ucapan do la la yaitu dari lagu 1 – 6 – 6, oleh orang – orang Purworejo yang dekat dengan tangsi ditirukan menjadi dolalak, trmasuk meniru gerakan dan motif busana yang dipakai serdadu Belanda yang akhirnya menjadi kesenian rakyat Purworejo. Asal -Usul kesenian sdolalak konn ditemukan oleh 3 santri yang masih bersaudara yang menirukan gerak yang ditarikan serdadu Belanda. Mereka itu adalah Rejotaruno, Duliyat,dan Ronodimejo.



Kira – kira pada tahun 1925 ketiga santi itu brsama masyarakat yang pernah menjadi serdadu Belanda membentuk Kesenian dolalak. Awalnya kesaenian dolalak tidak diiringi dengan instrumen musik namun cukup dengan vokal yang dinyankan silih berganti oleh para penari secar bergantian. Perkembangan selanjutnya masyarakt mulai menyukai kesenian tersebut, dan selanjutnya tarian dolalak diberi instrumen iringan dengan lagu – lagu tembang jawa dan lagu solawatan.


Memasuki dasawarsa ke- 5 abad XX kesenian dolalak ditarikan oleh kaum pria dan terbatas wilayah tertentu.Namun mnmasuki dasawarsa ke- 7 abad XX pertunjukan dolalak sudah boleh ditarikan oleh wanita. Dan penyebaranya sudah meluas sampai seluruh wilayah Purworejo. Di,ulai dari desa Kaligoro terus merembes kedaerah Kaligesing dan hampir diseluruh wiyah kecamatan kaligesing timbul kesenian dolalak. Berangkat dari kecamatan Keligesing, kesenian dolalak berkembang masuk sampai kota purworejao dan menjadi tontonan / pertunjukan rakyat kota yang menarik dan sangat digemari keh penduduk kota Purworejo. Semua lapisan masyarkat se Kabupaten Purworejo menilai bahwa pertunjukan tarian dolalak merupaka pertunjukan rakyat yang sehat.



 Masyarakat dan pemarintah senatiasa berupaya melestarikan, mengwenbangkan, meningkatkan, dan menyebarluaskan kesenian dolalak sesuai dan selaras dengan kemajuan jaman. Kesenian dolalak merupakan sarana dan media pengumpulan masa, sekaligus sebagai hiburan yang sehat, murah dan meriah. Iringan instrumen musik adalah beduk, terbang, kendang , kecer, kentongn, pianika / urgan. tata busana penari memakai kaos kaki dan topi pet berikut slempang yang sudah dimodifikasi sesuai penari yang dewasa ini sudah tidk ditarika \oleh pria lagi tetapi wanita.



 Syair lagu menggunakan bahasa indinesia dan jawa yang romantis. Properti penari biasanya kaca mata hitam dan digunnakan penari wanita saat trace / kemasukan / mendem. agar penari tampak cantik dan trendy. pengguanaan sledang awalnya hanya di lilitkan pada pinggang namun sekarang sudah menggunakan sanmpur cendala giri yang diikatkan di depan merupakan alat sabet kana / kiri lazimnya orang menari. Kesenian dolaka merupakan hiburan / tontonan yabg meriah dan senantiasa menjadi kebanggaan masyarakat Purworejo. faktor pendukung dari adanya tarian dolalak wanita adalah baik kalangan pejabat, pernagkat, kaya, miskin, agama, umur, pedagang, petani, remaja, pelajar, mahasiswa, laki – laki, wanita sangat menyukai tari dolalak tersebut. Sedang faktor pemhhambat dari masyarakat sanat tipis karena petunjukan kesenian dolalak sangat diminati penonton bahkan kuat sampai semalan suntuk sama halnya dengan wayang.

Tari Topeng Kelana

Tari Topeng Kelana

Tari topeng kelana - selamat siang para seniman tari jawa indonesia. kota cirebon merupakan kota yang yang indah akan pariwisatanya. bukan hanya iti cirebon pun mempunyai sebuah tari tradisional yang hingga saat ini masih buming dan banyak di minati para pecinta tari tradisional, yak Tari Topeng Kelana. kali ini saya akan membegikan artikel tentang tari Topeng Kelana.. ini dia.


 Tari topeng Klana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk, serakah, penuh amarah dan tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, namun tarinya justru paling banyak disenangi oleh penonton. Sebagian dari gerak tarinya menggambarkan seseorang yang tengah marah, mabuk, gandrung, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya. Lagu pengiringnya adalah Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Struktur tarinya seperti halnya topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) dan bagian ngedok (tari yang memakai kedok).
Beberapa dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana yang diiringi dengan lagu Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Klana Udeng yang diiringi lagu Dermayonan.
 

Tari topeng Klana sering pula disebut topeng Rowana. Sebutan itu mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni tokoh Rahwana. Secara kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh Klana dalam cerita Panji. Di Cirebon, topeng Klana dan Rowana kadang-kadang diartikan sebagai tarian yang sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misalnya Sujana dan Keni dari Slangit; Sutini dari Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan kedua tarian tersebut, hanya kedoknya saja yang sama. Jika kedok Klana yang ditarikan itu memakai kostum irah-irahan atau makuta Rahwana di bagian kepalanya dan di bagian punggungnya memakai badong atau praba, maka itulah yang disebut topeng Rowana. Kostumnya jauh berbeda dengan topeng Klana dan kelihatan sangat mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong.
 

Dalam pertunjukan topeng hajatan, yakni setelah tari topeng tersebut selesai, penari biasanya melakukan nyarayuda atau ngarayuda, yakni meminta uang kepada para penonton, tamu undangan, pemangku dan panitia hajat, para pedagang, dan lain-lain. Ia berkeliling seraya mengasong-asongkan kedok yang dipegang terbalik–bagian dalamnya terbuka dan bagian wajahnya menghadap ke bawah–dan kedok berubah fungsi menjadi wadah uang. Mereka memberikan uang seikhlasnya tanpa merasa ada suatu paksaan. Setelah merasa cukup, penari kembali ke panggung dan sebagai rasa terima kasih, ia kembali mempersembahkan beberapa gerakan tari topeng Klana, sebagai tarian ekstra.
Nyarayuda atau ngarayuda adalah sebuah pesan moral atau simbol yang mengingatkan kita tentang bagaimana sebaiknya berkehidupan di masyarakat. Klana adalah seorang raja yang kaya raya, yang tak kurang suatu apapun, namun ia masih merasa kekurangan, merasa segalanya belum cukup, sehingga ia tetap berusaha untuk mengambil sebanyak-banyaknya harta tanpa memperdulikan apakah itu hak atau batil. Itulah sebenarnya pesan yang ingin disampaikan nyarayuda, yang artinya bukan semata-mata mengemis. Hidup, sebaiknya lebih banyak memberi daripada lebih banyak meminta.


itu tadi sedikit ulasan tentang tari Topeng Kela asli dari Kota Cirebon. semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. sampai bertemu dengan artikel selanjutnya.

Tari Bondan

Tari Bondan

Tari Bondan Jawa Tengan - Hallo para seniman tari tradisional jawa, apa kabar anda saat ini. semoga dalam keadaan baik ya... di hari kamis yang cerah ini saya akan mengulas sedikit tentang tari bondan asli dari jawa tengah. berikut adalah penjelasan lengkapnya.
 Tarian ini merupakan salah satu tarian tradisional dari Jawa Tengah yang menggambarkan tentang kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. 

Apakah Tari Bondan itu?
Tari Bondan adalah tarian tradisional yang menggambarkan tentang kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Tarian merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Yang menjadi ciri khas dari Tari Bondan ini adalah property yang di gunakan, yaitu payung kertas, kendil dan boneka bayi yang di gendong penari.

Menurut sejarahnya, Tari Bondan ini merupakan tarian yang wajib dimainkan oleh para kembang desa untuk menunjukan jati dirinya. Dengan tarian ini maka akan terlihat bagaimana mereka saat menjadi seorang ibu dan mengasuh anak mereka. Sehingga sebagai wanita tidak hanya berparas cantik tapi juga harus bisa mengasuh, memberikan kasih sayang dan melindungi anaknya.

Tari Bondan memiliki 3 jenis tarian yaitu Tari Bondan Cindogo, Tari Bondan Mardisiwi dan Tari Bondan Pegunungan/ Tari Bondan Tani. Setiap jenis Tari Bondan memiliki ciri khas tersendiri, diantaranya adalah cerita dalam tarian, property yang di gunakan, dan kostum yang di gunakan. Namun tetap tidak meninggalkan ciri aslinya yaitu tarian yang menggambarkan tentang kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Khusus untuk Tari Bondan Cindogo mengisahkan kasih sayang ibu pada anaknya, namun anak yang disayanginya tersebut telah meninggal. Bisa di katakan Tari Bondan cindogo lebih bernuansa sedih.

Dalam pertunjukannya, para penari Tari Bondan menari dengan menggendong boneka bayi dengan satu tangan, sementara tangan satunya memegang payung kertas. Dalam Tari Bondan ini umumnya memiliki makna yang tersirat pada setiap gerakannya. Satu adegan yang menjadi ciri khas adalah saat para penari menari di atas sebuah kendil. Pada adegan satu ini penari harus menjaga keseimbangan mereka di atas kendil agar kendil yang dipijak tidak pecah. Selain itu para penari juga harus menari di atas kendil sambil mememutar – mutar kendil yang di injak serta memainkan payung yang di bawanya.

Untuk pertunjukan Tari Bondan Pegunungan sedikit berbeda dengan tari bondan cindogo dan mardisiwi.

Dalam pertunjukannya, Tari Bondan Pegunungan menggambarkan perempuan desa di pegunungan atau desa tani dalam menggarap ladang atau bertani. Setelah menari menggunakan peralatan tani tersebut para penari melepas baju bertaninya dan mengganti dengan baju yang di gunakan dalam Tari Bondan. Kemudian para penari menari dengan gerakan Tari Bondan lainnya.

Dalam pertunjukan Tari Bondan biasanya di iringi dengan iringan musik gending. Pada awalnya tarian ini di iringi dengan lagu dolanan, namun dalam perkembangannya tarian ini di iringi dengan gending lengkap. Dalam pertunjukannya, para penari Tari Bondan di balut dengan busana seperti kain wiron, jamang, baju kutang dan Pada bagian atas memakai sanggul. Namun untuk Tari Bondan pegunungan awalnya menggunakan baju yang gadis desa.

Property yang di gunakan dalam tarian ini umumnya menggunakan payung kertas dan boneka bayi. Dalam Tari Bondan cindogo biasanya menggunakan kendil dalam tariannya, namun untuk Tari Bondan mardisiwi biasanya tidak menggunakan kendil dalam tariannya. Selain itu untuk Tari Bondan pegunungan biasanya di awali menggunakan tenggok yang di gendong, alat pertanian, serta memakai caping pada kepalanya. Namun setelah menari menggunakan alat bertaninya kemudian para penari melepaskan baju tani dan caping, kemudian di masukan kedalam tenggok dan mengganti dengan property Tari Bondan lainnya.
Gambar : Tari Bondan
Dalam Tari Bondan ini tidak hanya  memiliki nilai – nilai artistic namun juga nilai moral yang dapat kita pelajari di dalamnya. Sehingga harus tetap di jaga & lestarikan agar tidak hilang seiring dengan perkembangan jaman. Tarian ini memang sudah jarang di tampilkan, namun masih bisa kita temui di berbagai festival budaya dalam rangka memperkenalkan kesenian tradisional di Jawa Tengah, terutama di Surakarta sebagai daerah asalnya.

Nah cukup sekian pengenalan tentang “Tari Bondan Tarian Tradisionaldari Jawa Tengah”. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia 

Tari genjring bonyok

Tari Genjring bonyok

Tari Genjring bonyok - hallo seniman jawa, kesempatan ini saya akan membagi sebuah artikel tentang tari genjring dari jawa barat, langsung baca ya ..



Genjring bonyok adalah jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Subang. Alat musik utama yang dipergunakan adalah bedug dan genjring. Jenis kesenian ini mulai lahir dan berkembang di Kampung Bonyok, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden. Kesenian ini muncul karena terinspirasi atau perkembangan dari kesenian genjring Sholawat, Genjring Rudat dan adem ayem di pantura Indramayu. Seniman yang berperanan penting dalam mendirikan dan mengembangkan genjring bonyok adalah Talam dan Sutarja.

Asal usul dan Perkembangannya

Awalnya di Dusun Bunut, Desa Pangsor, Kecamatan Pagaden terdapat sebuah kelompok kesenian genjring sholawat yang bernama Sinar Harapan. Pada awal berdirinya kelompok kesenian ini dipimpin oleh Sajem (1960-1968). Kemudian mulai tahun 1968-1975 kepemimpinan Sinar Harapan diserahkan kepada Talam. Pada masa kepemimpinan Talam, yaitu sekitar tahun 1969, kelompok kesenian genjring ini mulai sangat jarang digunakan dalam hajatan-hajatan yang diadakan warga masyarakat. Hingga kemudian kelompok tersebut tidak pernah lagi mengadakan pertunjukkan.

Bergerak dari kondisi yang dialami kelompok Sinar Harapan, Sutarja sebagai salah satu anggotanya membuat inisiatif untuk menggunakan instrumen genjring dan bedug dalam suatu bentuk kesenian yang berbeda dari bentuk kesenian sebelumnya (genjring sholawat). Berbekal dengan instrumen musik yang dimiliki Sinar Harapan, Sutarja yang memperoleh dukungan dari Sajem dan Talam, mulai menciptakan bentuk kesenian genjring yang relatif baru yang kemudian dikenal dengan genjring bonyok.
.
Menurut Sutarja, proses pembentukan genjring bonyok tersebut dimulai dengan pengadopsian instrumen musik tarompet yang telah umum dipergunakan dalam kesenian tradisi Sunda di Kabupaten Subang. Hal ini ditandai dengan bergabungnya Taslim (mantan seniman Sisingaan) ke dalam kelompok Sinar Harapan. Pengadopsi instrumen musik tarompet ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi lagu yang lebih beragam, dan telah dikenal masyarakat dari kesenian tradisi Sunda yang lain.

Pertunjukan pertama kelompok Sinar Harapan dengan bentuk kesenian genjring yang relatif baru ini, dilakukan pada acara khitanan keluarga Rusmin, di Desa Sumur Gintung (sebelah Selatan Cidadap) pada tahun 1969. Sesuai dengan pola berkesenian masyarakat setempat pada masa itu, pertunjukan kesenian Genjring Sinar Harapan tersebut ditampilkan bersama-sama dengan kesenian gembyung, pencak silat, sisingaan, dan reog.

Pada tahun 1973, kelompok kesenian Sinar Harapan pindah ke Desa Cidadap. Hal ini disebabkan pindahnya Sutarja setelah ia menikahi gadis dari desa tersebut. Sejak kepindahannya itu pula kelompok Sinar Harapan yang semula dipimpin oleh Talam diserahkan kepada Sutarja. Pada saat pergantian kepemimpinankelompok Sinar Harapanpun secara resmi menjadi kelompok kesenian Genjring Bonyok dengan nama Sinar Pusaka.

Dalam perkembangan selanjutnya, setelah instrumen musik tarompet menjadi bagian dari pertunjukan genjring bonyok. Tahun 1975 kelompok ini kembali mengadopsi instrumen musik goong dan kecrek. Menurut Sutarja penambahan kedua instrumen musik ini disebabkan agar dalam penyajian musiknya terasa lebih enak didengar).

Kemudian kesenian ini semakin berkembang dengan dibentuknya grup-grup baru oleh anggota kelompok Sutarja. Selain itu Sutarja juga melatih sepuluh orang seniman yang berasal dari berbagai dusun dan desa di Kabupaten Subang.


Dari sepuluh orang seniman yang dilatih Sutarja, terdapat seniman yang berasal dari dusun Bonyok, Desa Pangsor yang bernama Rasita, yang kemudian membentuk grup di dusun Bonyok. Melalui kelompok genjring bonyok yang dipimpin oleh Rasita dari Dusun Bonyok, kesenian ini pun mulai berkembang pesat dan dikenai masyarakat di luar dari Kecamatan Pagaden. Dengan demikian selain dari kelompok Sinar Pusaka, masyarakat pun mulai menyukai kelompok genjring bonyok yang dipimpin Rasita. Sejak itu genjring goyok banyak ditanggap warga.

Seiring dengan dikenalnya bentuk kesenian genjring ini, istilah-istilah yang ditujukan kepadanya pun mulai berkembang di masyarakat. Pada awalnya kesenian ini disebut dengan nama genjring ronyok. Menurut Sutarja istilah ini diberikan karena jika kesenian genjring tersebut disajikan, hampir seluruh arena penyajiannya dipenuhi oleh penonton yang menari dan mengikutinya. Sehingga fenomena kesenian tersebut memberi kesan meriah, yang dalam bahasa SUNDA disebut dengan ronyok (ngaronyok).http://www.kotasubang.com/3069/genjring-bonyok-asal-usul-dan-perkembangannya/

Kemudian mulai tahun 1977, istilah genjring ronyok mengalami perubahan menjadi genjring bonyok. Menurut Sutarja istilah ini muncul disebabkan kelompok genjring pimpinan Rasita dari Dusun Bonyok, lebih sering melakukan pertunjukan di dalam maupun di luar Kecamatan Pagaden. Sehingga melalui kelompok Rasita dari Desa Bonyok inilah, masyarakat luas lebih mengenal kesenian ini dengan sebutan genjring bonyok.’

Fenomena perkembangan yang pesat dari kesenian genjring bonyok dapat dilihat dari data statistik kesenian Kabupaten Subang tahun 1996-1997, yang menunjukkan adanya lebih dari 50 kelompok kesenian genjring bonyok yang tersebar di berbagai tempat di Kabupaten Subang.

 
Genjring bonyok sudah banyak dipentaskan di berbagai even antara lain
– 1971 mengadakan pertunjukan di gedung Rumentang Siang Bandung,
– 1977 mengikuti festival Genjring Bonyok se Jawa Barat yang diikuti oleh 24 kelompok
kesenian genjring bonyok.
– 1978 mengadakan pagelaran di GOR Saparua Bandung,
– 1979 pagelaran di gedung gubernur Jawa Barat (Gedung Sate), diikuti oleh 3 kelompok kesenian dari 3 kabupaten.
– 1980 pagelaran pada acara HUT Kabupaten Subang,
– 1985 mengadakan pagelaran di TMII anjungan Jawa Barat, dan kesenian ini mulai ditampilkan di TVRI Jakarta.
– Tanggal 17 Agustus 1989 mengadakan pagelaran di lapangan Gasibu Bandung, pada acara gelar senja dengan memasukkan penari dari siswa sekolah.
– Tanggal 1 Oktober 1989 mengisi Pembukaan Pameran Kabupaten Subang. Dengan demikian pagelaran genjring bonyok tidak hanya tampil pada acara hajatan saja, namun bisa pentas pada acara-acara resmi baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.

Namun sekitar tahun 2000an kesenian ini mulai berganti dengan kesenian lainnya, yaitu tardug, yang merupakan pengembangan dari kesenian Genjring Bonyok dengan penambahan instrumen lainnya seperti gitar.

Pertunjukan dan Penyajian Genjring Bonyok

Beberapa unsur yang penting dan menunjang pergelaran kesenian ini yakni waditra (alat musik), nayaga (penabuh alat musik), dan juru kawih (sinden), penari serta busana. Waditra atau alat musik seperti sebuah bedug berfungsi mengatur ketukan, dipukul dengan cara tertentu untuk membuat bunyi yang enak. Tiga buah genjring berfungsi membuat irama yang bersahutan dan mengimbangi alat musik lainnya. Sebuah gendang berfungsi mengatur irama dan memberi tekanan musik. Sebuah kulanter berfungsi mengikuti irama. sebuah goong besar berfungsi untuk menutup akhir irama. Sebuah goong kecil berfungsi untuk mengisi irama. Sebuah terompet berfungsi untuk membawakan melodi. Dua buah kenong berfungsi untuk mengimbangi irama. Sebuah kecrek berfungsi untuk mempertegas dan mengatur irama.

Nayaga (penabuh alat musik)
Pada saat pertunjukan di atas panggung, nayaga mengambil posisi duduk, sinden duduk paling depan, dan diikuti oleh peniup terompet yang sejajar dengan penabuh gendang, dan penabuh kecrek. Baris selanjutnya penabuh genjring dan penabuh ketuk. dan di belakangnya penabuh bedug dan penabuh goong. Kalau memakai penari biasanya posisi berada di depan sinden. Biasanya kesenian ini dipentaskan bersamaan dengan kesenian lain seperti sisingaan. Genjring bonyok berada di posisi belakang, setelah kesenian sisingaan.

Juru kawih (sinden)
Lagu-lagu yang biasa dinyanyikan dalam pergelaran adalah lagu-lagu ketuk tilu seperti gotrok, kangsreng, awi ngarambat, buah kawung, dan torondol.

Penari
Penari pada saat tertentu memakai para penari khusus, yang sesuai dengan koreografi. Sedangkan pada saat mengadakan helaran para penari terdiri dari masyarakat yang ikut menari secara spontan, untuk ikut memeriahkan helaran.

Busana
Busana yang dipakai oleh personil genjring bonyok yakni nayaga memakai baju kampret, celana pangsi, iket (barangbang semplak, parekos nangka), selendang (sarung). Juru kawih(sinden) mengenakan kebaya, selendang, sanggul, dan hiasan dari bunga melati. Penari laki-laki mengenakan baju kampret, celana pangsi, iket dan selendang. Sedangkan penari perempuan mengenakan kebaya, selendang dan sanggul.

Tempat pertunjukan
Secara umum tempat pertunjukan genjring bonyok terbagi ke dalam dua bagian , yaitu di jalan raya dan di atas panggung. Pertunjukan di jalan raya , dilakukan apabila genjring bonyok disajikan dalam suatu arak-arakan. Dalam pertunjukkan ini dilakukan sambil berjalan kaki keliling kampung. Pertunjukkan dudukan dilakukan di atas panggung acara. 

Tari Serimpi

Tari Serimpi

Tari Serimpi - apa kabar para seniman indonesia. khususnya para seniman tari jawa. artikel saya kali ini akan mengulas sedikit tentang tari serimpi. langsung saja ini dia ..



 Legenda Tari Serimpi muncul pertama kali di masa kejayaan Kerajaan Mataram yang diperintah oleh Sultan Agung (1613-1646). Tarian ini hanya dipentaskan dalam lingkungan kraton sebagai acara ritual kenegaraan sampai peringatan naik takhta sultan. Kerajaan Mataram terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta pada tahun 1775.
Di Kesultanan Yogyakarta, tarian Serimpi digolongkan menjadi 3 yaitu Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, Serimpi Genjung. Di Kesultanan Surakarta, tarian Serimpi digolongkan menjadi 2 yaitu Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan.
Macam-macam Tari Serimpi :

1. Tari Serimpi Cina
Salah satu jenis tari putri klasik di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ada kekhususan pada tari Serimpi cina, yaitu busana para penari menyesuaikan dengan pakaian cina.

2. Tari Serimpi Padhelori
Diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VI dan VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan cundrik. Membawakan cerita petikan dari Menak, ialah perang tanding Dewi Sirtu Pelaeli dan dewi Sudarawerti. Tari Serimpi Padhelori mempergunakan lagu pengiring utama Gending Pandhelori.

3. Tari Serimpi Pistol
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VII. Kekhususan tarian ini terletak pada properti yang digunakan yaitu pistol.

4. Tari Serimpi Merak Kasimpir
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan jemparing. Gending yang dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi Merak Kasimpir adalah Gending Merak Kasimpir.

5. Tari Serimpi Renggawati
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana V. Penari Serimpi Renggawati berjumlah 5 orang. Membawakan cerita petikan dari Angling Darmo yang magis, dengan menggunakan tambahan properti sebatang pohon dan seekor burung mliwis putih.

6. Tari Serimpi Pramugari
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, merupakan hasil ciptakan Sultan Hamengku Buwana VII. Tarian ini menggunakan properti pistol. Gending yang dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi Pramugrari adalah Gending Pramugrari.

7. Tari Serimpi Sangopati
Tarian ini dimainkan oleh dua orang penari wanita. Tarian srimpi sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi Sangopati kata sangapati itu sendiri berasal dari kata sang apati, sebuah sebutan bagi calon pengganti raja. Tarian ini melambangkan bekal untuk kematian (dari arti Sangopati) diperuntukan kepada Belanda.

8. Tari Serimpi Anglirmendhung
Menurut R.T. Warsadiningrat, Anglirmedhung ini digubah oleh K.G.P.A.A.Mangkunagara I. Semula terdiri atas tujuh penari, yang kemudian dipersembahkan kepada Sinuhun Paku Buwana. Tetapi atas kehendak Sinuhun Paku Buwana IV tarian ini dirubah sedikit, menjadi Srimpi yang hanya terdiri atas empat penari saja.

9. Tari Serimpi Ludira Madu
Tari Srimpi Ludira Madu ini diciptakan oleh Paku Buwono V ketika masih menjadi putra mahkota Keraton Surakarta dengan gelar sebutan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom.Tarian ini diciptakan untuk mengenang ibunda tercinta yang masih keturunan Madura, yaitu putri Adipati Cakraningrat dari Pamekasan. Ketika sang ibu meninggal dunia, Pakubuwono V masih berusia 1 ½ tahun , dan masih bernama Gusti Raden Mas Sugandi. Jumlah penari dalam tarian ini adalah 4 orang putri. Dalam tarian ini digambarkan sosok seorang ibu yang bijaksana dan cantik seperti jelas dituliskan pada syair lagu Srimpi Ludira Madu. Nama Ludira Madu diambil dari makna Ludira Madura yang berarti "Darah/ keturunan Madura"

Demikianlah informasi lengkap mengenai Tari Serimpi ( Sejarah Makna Dan Jenisnya) . Kunjungi informasi lainya seperti Tari Remo ( Sejarah Dan Makna Gerakan ) . Terimakasih

Tari Serimpi ( Sejarah Makna Dan Jenisnya) - Tari Serimipi. Serimpi sama artinya dengan bilangan empat. Kata Srimpi menurut bahasa jawa artinya "impi atau mimpi". Tarian Serimpi merupakan tarian yang berasal dari Yogyakarta. Tarian ini ditarikan oleh 4 orang putri yang diiringi oleh musik gamelan Jawa. Gerakan tangan dari sang penari yang lambat dan gemulai adalah ciri khas dari tarian Serimpi Yogyakarta. Dari ke 4 putri tersebut, masing-masing melambangkan unsur dunia, yaitu : grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah). Hal dimaksud melambangkan asal usul terjadinya manusia dan juga melambangkan 4 penjuru mata angin. Pada dasarnya tari Serimpi ini mengambarkan sifat baik dan sifat buruk. Manusia diajarkan untuk selalu berbuat baik sebagai bekal menghadap Sang Pencipta. Dari ke 4 putri tersebut masing-masing mempunyai nama yaitu : Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Berikut informasi selengkapnya mengenai Tari Serimpi ( Sejarah Makna Dan Jenisnya) .

Tari Serimpi ( Sejarah Makna Dan Jenisnya)



 Legenda Tari Serimpi muncul pertama kali di masa kejayaan Kerajaan Mataram yang diperintah oleh Sultan Agung (1613-1646). Tarian ini hanya dipentaskan dalam lingkungan kraton sebagai acara ritual kenegaraan sampai peringatan naik takhta sultan. Kerajaan Mataram terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta pada tahun 1775.
Di Kesultanan Yogyakarta, tarian Serimpi digolongkan menjadi 3 yaitu Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, Serimpi Genjung. Di Kesultanan Surakarta, tarian Serimpi digolongkan menjadi 2 yaitu Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan.
 
Macam-macam Tari Serimpi :

1. Tari Serimpi Cina
Salah satu jenis tari putri klasik di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ada kekhususan pada tari Serimpi cina, yaitu busana para penari menyesuaikan dengan pakaian cina.

2. Tari Serimpi Padhelori
Diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VI dan VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan cundrik. Membawakan cerita petikan dari Menak, ialah perang tanding Dewi Sirtu Pelaeli dan dewi Sudarawerti. Tari Serimpi Padhelori mempergunakan lagu pengiring utama Gending Pandhelori.

3. Tari Serimpi Pistol
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VII. Kekhususan tarian ini terletak pada properti yang digunakan yaitu pistol.

4. Tari Serimpi Merak Kasimpir
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan jemparing. Gending yang dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi Merak Kasimpir adalah Gending Merak Kasimpir.

5. Tari Serimpi Renggawati
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana V. Penari Serimpi Renggawati berjumlah 5 orang. Membawakan cerita petikan dari Angling Darmo yang magis, dengan menggunakan tambahan properti sebatang pohon dan seekor burung mliwis putih.

6. Tari Serimpi Pramugari
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, merupakan hasil ciptakan Sultan Hamengku Buwana VII. Tarian ini menggunakan properti pistol. Gending yang dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi Pramugrari adalah Gending Pramugrari.

7. Tari Serimpi Sangopati
Tarian ini dimainkan oleh dua orang penari wanita. Tarian srimpi sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi Sangopati kata sangapati itu sendiri berasal dari kata sang apati, sebuah sebutan bagi calon pengganti raja. Tarian ini melambangkan bekal untuk kematian (dari arti Sangopati) diperuntukan kepada Belanda.

8. Tari Serimpi Anglirmendhung
Menurut R.T. Warsadiningrat, Anglirmedhung ini digubah oleh K.G.P.A.A.Mangkunagara I. Semula terdiri atas tujuh penari, yang kemudian dipersembahkan kepada Sinuhun Paku Buwana. Tetapi atas kehendak Sinuhun Paku Buwana IV tarian ini dirubah sedikit, menjadi Srimpi yang hanya terdiri atas empat penari saja.

9. Tari Serimpi Ludira Madu
Tari Srimpi Ludira Madu ini diciptakan oleh Paku Buwono V ketika masih menjadi putra mahkota Keraton Surakarta dengan gelar sebutan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom.Tarian ini diciptakan untuk mengenang ibunda tercinta yang masih keturunan Madura, yaitu putri Adipati Cakraningrat dari Pamekasan. Ketika sang ibu meninggal dunia, Pakubuwono V masih berusia 1 ½ tahun , dan masih bernama Gusti Raden Mas Sugandi. Jumlah penari dalam tarian ini adalah 4 orang putri. Dalam tarian ini digambarkan sosok seorang ibu yang bijaksana dan cantik seperti jelas dituliskan pada syair lagu Srimpi Ludira Madu. Nama Ludira Madu diambil dari makna Ludira Madura yang berarti "Darah/ keturunan Madura"

Demikianlah informasi lengkap mengenai Tari Serimpi ( Sejarah Makna Dan Jenisnya) .
Diberdayakan oleh Blogger.